Hai Bapak, Bapak lagi apa?
Hari ini, merupakan hari lahir Bapak.
Hari ini, kalau Bapak masih ada, Bapak tepat berusia 58 tahun.
Hari ini, kalau Bapak masih ada, mungkin kita lagi ngetawain jokes Bapak yang seringnya gak pernah lucu, tapi tetep bikin ketawa.
Hari ini, kalau Bapak masih ada, mungkin sekarang kita sedang bingung mau beli makan apa (kalau hari spesial biasanya mama gak masak).
Hari ini, kalau Bapak masih ada...
Tentu masih ada banyak hal lagi yang mungkin akan kita lakukan bersama-sama.
Tak terasa, sudah hampir 4 bulan sejak Bapak pergi.
Bapak meninggalkan kami pada 16 Juni 2018 lalu, 2 Syawal 1439 H, hari kedua Idul Fitri di tahun ini.
Duh, masih susah rasanya buat percaya.
Tapi begitulah kalau Tuhan sudah berkehendak, manusia tidak pernah tahu.
Hari ini masih bisa bersuka ria, tau-tau besok berduka cita..
Hari ini masih berpijak di tempat yang sama, tau-tau besok sudah lain dunia.
✿✿
Sudah rencana dari jauh-jauh hari kalau tahun ini kami bakal mudik ke Purworejo (asikkkk). Minus Mas Adhit dan istrinya yang mudik ke Indramayu. Tahun ini entah kenapa Bapak juga sangat bersemangat buat mudik. Bapak pun memutuskan untuk menyetir sendiri tanpa bawa supir (sayangnya aku sama Mba Iya gak ada yang bisa nyetir buat gantian, ah memang payah). Bapak yakin banget dengan kondisi tubuhnya yang fit dan super happy buat yok jalan.
Ternyata, semangatnya Bapak dalam perjalanan mudik kali ini sekaligus menjadi semangat baginya untuk menempuh perjalanan jauh ke kehidupan yang baru.
Seusai solat Ied kemarin, seperti biasa keliling-keliling ke tetangga sekitar selepas balik dari Masjid, itupun gak berlama-lama kaya lebaran sebelum-sebelumnya. Karena Bapak udah planning banget habis solat Ied udah harus siap-siap dan jam 9 pagi udah harus jalan. Rencana mudik ke Jawa di hari pertama Idul Fitri, harapannya gak bakal kena macet. Hamdalah, biasanya bisa lebih dari 12 jam, perjalanan kemarin sepertinya kurang dari 12 jam.
Namanya lebaran hari pertama, sekitaran rumah ramai betul. Ingat banget, sebelum pergi, sambil kita pamit ke tetangga sekitar rumah (sambil ber-minal aidin wal faidzin) Bapak juga bilang, "titip rumah ya.. mau perjalanan jauh". Benar saja, ini menjadi awal dari perjalanan jauh yang nyatanya harus ditempuh Bapak seorang diri.
✿✿
Perjalanan kemarin begitu terasa mulus tanpa ada macet-macetan. Oiya, tujuan pertama mudik kami adalah ke rumah Om Pras, karena kita bakal stay di sana selama di Purworejo. Sampai rumah Om Pras sekitar jam setengah 9 malam, Alhamdulillah sampai dengan selamat tanpa kurang satu apapun.
Malam itu, aku tidur bertiga bareng Mama dan Mba Iya di ruang TV. Bapak bobok sendiri di sebelah ruang TV. Mungkin sekitar jam 3 dini hari Bapak bangun buat tahajudan. Dan lucunya, Bapak sholat gak di mushola rumah Om Pras, malah nyempil di sela-sela meja TV dan tempat kami bertiga tidur. Meski terkesan lucu, ternyata itu menjadi jalan indah dari Allah agar kami bertiga berkesempatan untuk melihat Bapak terakhir kalinya. Seusai sholat tahajud itulah menjadi masa-masa terakhir hidup Bapak di dunia.
Kondisi Bapak saat itu sedang dzikir, sampai tiba-tiba Bapak merasa sesak dan ngebangunin Mama. Aku dan Mba Iya auto bangun karena memang Mama sempat teriak juga. Wah.. masih terasa kondisi paniknya untuk menyadarkan Bapak waktu itu. Mama terus berusaha untuk melakukan CPR ala kadarnya, sambil Om ku mencari ambulans atau orang yang bisa bawa mobil Bapak ke rumah sakit (saat itu aku merasa menyesal dan gak berguna banget gak bisa nyetir mobil).
Mungkin tepat di pukul setengah 4 pagi, kami mendapati Bapak seperti menghela napas yang cukup berat dan panjang, sampai akhirnya benar-benar terpulas. Aku pribadi masih merasa cukup tenang, karena berpikir Bapak itu hanya kecapean dan pingsan aja. Sampai akhirnya aku harus berkali-kali disadarkan oleh Mama, Bapak udah gak ada.
Jangan ditanya deh gimana rasanya. Ancurrrrr...
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, aku masih sangat optimis kalau Bapak masih ada (tidak dengan mama dan Mba Iya yang udah nangis-nangis pesimis). Badan Bapak aku pastikan masih hangat, gak ada tanda-tanda biru di sekujur tubuhnya. Bener-bener kaya orang bobok aja.
Hingga akhirnya rasa optimisku harus benar-benar berakhir. Saat itu Bu Dokter gak bilang apa-apa, cuma yang aku lihat ia menepuk pundak Mama sambil bilang "yang sabar ya bu". Meski ia juga gak bilang "kami sudah berusaha maksimal" seperti di sinetron-sinetron, tapi aku sudah cukup paham dengan maksudnya. Diagnosa Dokter waktu itu, Bapakku mengalami Cardiac Arrest, gejala henti jantung yang cukup berbeda dengan serangan jantung. Apapun istilahnya, semua memang begitu mendadak dan susah dipercaya. Tapi lagi-lagi, kalau Tuhan sudah berkehendak, manusia bisa apa?
✿✿
Bapak, terima kasih sudah menjadi pemimpin yang baik bagi keluarga kami..
Bapak bukan manusia sempurna, tapi satu hal yang kami tahu, Bapak selalu berusaha untuk menjadi pribadi yang baik.
Dan, kehadiran Bapaklah yang sungguh menyempurnakan hidup kami.
Bahagia di sisi Allah ya Pak..
Terang dan damai di alam kuburmu..
Semoga kelak, Allah pertemukan kita kembali di surga-Nya🙇
Jakarta, 18 Okt 18
✿✿