In Yandy Laurens we trust!
Tahun ini, salah satu film karya Yandy Laurens rilis berjudul Satu Kakak Tujuh Ponakan. Film ini pun ternyata adaptasi dari sebuah sinetron di tahun 90an dengan judul yang sama. Saya belum pernah menonton series aslinya, tapi sudah cukup terbayang film ini akan berkisah tentang seseorang yang repot mengurus banyak keponakan (seperti saya😂).
Film ini mengisahkan sosok Moko seorang mahasiswa arsitektur yang tinggal bersama keluarga Kakaknya (Agnes dan Atmo) dengan memiliki 4 orang anak. Sejak keponakan-keponakannya lahir, Moko tidak mau dipanggil sebagai "om", namun ia lebih suka jika disebut sebagai "kakak".
Ketika Moko sudah memasuki tingkat akhir perkuliahannya, kakak iparnya (Atmo) dan tak lama kakak kandungnya (Agnes) meninggal dunia dalam jarak waktu yang berdekatan. Atmo meninggal dunia karena serangan jantung, sementara nyawa Agnes tidak terselamatkan ketika melahirkan anak keempaatnya, Ima. Alhasil, almarhum/almarhumah kakak dan kakak ipar Moko meninggalkan 4 orang anak yang harus diasuhnya (Nina, Woko, Ano, Ima).
Ponakannya cuma ada 4, terus 3 lagi mana? Yap, di sinilah satu per satu konflik mulai timbul. Ketika suatu hari, mantan guru les piano Moko bernama Pak Nanang menitipkan anaknya, Ais, untuk turut diasuh oleh Moko. Kebayang sih capeknya, mengurus 4 anak kecil saja rasanya sudah berat, lalu dapat amanah lagi buat mengasuh anak orang😖
"Pokoknya Ais janji akan jadi anak baik dan gak akan ngerepotin, sama sekali", ucap janji gadis berambut keriting ini kepada Moko. Dan janji itupun benar dipenuhi oleh Ais, karena Ais mampu menjadi anggota keluarga Moko yang menyenangkan, saling menyayangi satu sama lain dan sama sekali gak ngerepotin *peluk Ais*.
1 kakak 5 ponakan 2 beban
Masalah yang sesungguhnya justru datang dari kakak kandung (Osa) dan kakak iparnya Moko (Eka).
..pernah melakukan sesuatu biar merasa orangnya tetap ada?
..boleh dong saling memperjuangkan?